BANDUNG – ONEDIGINEWS.COM – Wakil Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat, Abdul Hadi Wijaya, mengapresiasi sikap dan respon kritis publik terhadap isu dan wacana penundaan Pemilu 2024 yang mulai digulirkan oleh beberapa orang pucuk pimpinan partai koalisi pemerintah.
Apresiasi itu juga sejalan dengan pernyataan Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW), yang menolak usulan penundaan Pemilu 2024. HNW beralasan penolakan harus disuarakan. Meski, masih berupa isu dan wacana, demi mendukung konsistensi dalam menjalankan Pancasila dan UUD 1945.
Sekretaris MPW DPW PKS Jawa Barat yang akrab disapa Gus Ahad ini juga menyebut, dari sejumlah pemberitaan di media arus utama tersirat sebuah skenario. “Kelihatan sekali, kita baca tulisan, Tempo misalnya, ada skenario yang sedang dijalankan,” ujar Gus Ahad, Kamis (3/3/2022).
Bahkan, lanjut Gus Ahad, belakangan muncul salah satu nama Menteri dalam kabinet Presiden Jokowi yang disebut sebagai dalang di balik rencana tersebut. “Ada informasi menyebut, Zulhas sempat bertemu Menko Marves LBP dan diminta mendukung penundaan Pemilu 2024,” ungkapnya.
“Selain itu, waktunya juga tepat, sekian tahun jelang pemilu, sangat mudah dibaca, ada keinginan dari elit politik, memang hanya sekian orang, tapi ketika di hitung suara di parlemen mencapai 70 persen lebih. Sehingga, isu dan wacana penundaan sangat mungkin terjadi,” ujarnya.
Menurut Gus Ahad, dari situlah muncul tanda petik. Pasalnya, ketika suatu isu atau wacana tidak sesuai dengan keinginan masyarakat, atau tidak sejalan dengan logika dan akal sehat orang banyak. Maka, terjadi kesenjangan antara pucuk pimpinan partai politik dengan masyarakat.
“Ini harus dihindari, ditangkal sejak dini. Isu dan wacana penundaan pemilu ini sangat bisa diperdebatkan, karena ini menganggu akal sehat dan mengganggu tata hidup kenegaraan. Aturannya sudah jelas, berarti kita harus ganti nih, harus revisi lagi, amandemen,” tegasnya.
Gus Ahad meyakini, dengan kondisi sekarang ini, kemungkinan besar masyarakat akan menolak. “Kenapa harus menunda pemilu? aturannya jelas, undang-undang kontitusi jelas, kenapa harus dirubah-rubah lagi? apalagi, digulirkan disaat yang tidak tepat seperti sekarang,” ujarnya.
Terakhir, Gus Ahad mengingatkan, jika memandang logika pucuk pimpinan partai politik, berdasarkan dari prosentase partai yang mengusulkan, secara legal formal sangat mungkin untuk dilakukan. Namun, secara moral tentunya akan sangat sulit diterima masyarakat Indonesia.
“Kita harus senantiasa mawas diri, saling mengingatkan lewat jalur-jalur masyarakat madani yang sudah kita miliki. Agar masyarakat tidak terkesan diam, jangan sampai diam ketika ada yang perlu disampaikan. Namun, usahakan tetap dalam koridor demokrasi yang ada,” pungkasnya (Red.)