Thursday, April 25, 2024
HomeArtikelPartai Urus Pandemi, Bukan Cari Koalisi

Partai Urus Pandemi, Bukan Cari Koalisi

Karawang – Onediginews.com – Meningkatnya kasus positif baru di Indonesia, merupakan pengingat bahwa pandemi masih belum selesai. Keterisian rumah sakit yang semakin menumpuk, ketersediaan tempat tidur untuk pasien Covid di Rumah Sakit yang terus berkurang dan data dari Satgas Covid yang terus mencapai rekor tertinggi, sepertinya tidak menyurutkan keinginan elit partai untuk mencari koalisi.

Kabar adanya pertemuan antara petinggi dalam koalisi Jokowi, maupun partai politik yang saat ini sudah mulai membuka diri bukanlah kabar yang diinginkan oleh masyarakat hari ini.

Melihat angka terkonfirmasi dari laman resmi Satgas, setidaknya terdapat kasus baru sebanyak 20 ribu orang terkonfirmasi di akhir Juni. Ini artinya sejak Maret 2020, jumlah total terkonfirmasi mencapai 2 juta orang. Hal ini dapat diartikan, bahwa penanganan pandemi Covid-19 masih memerlukan perhatian lebih. Tidak hanya dari masyarakat, tetapi juga pemangku kepentingan. Namun, hal tersebut berbanding terbalik dengan apa yang diperlihatkan oleh partai.

Dalam studinya, Harris (2006) memperlihatkan bahwa artai politik di negara-negara demokrasi yang relatif baru lebih merupakan “beban” atau masalah ketimbang inisiator bagi solusi permasalahan rakyat.  Namun, hal itu dapat diminimalisi dalam masa pandemi seperti ini. Budiatri dalam tulisannya di laman Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), terjadinya pandemi di Indonesia, justru seharusnya menjadi tantangan bagi partai politik untuk mengedepankan kepentingan dan turun ke masyarakat. Kekuatan kader partai yang berjaring di seluruh daerah, diyakini mampu untuk meringankan beban masyarakat yang terdampak pandemi.

Hal tersebut sejalan dengan fungsi partai politik sebagaimana yang disampaikan oleh Meny and Knapp (dalam Asshiddiqie, 2006) menjelaskan fungsi partai politik mencakup ; (1) mobilisasi dan integrasi, (2) sarana pembentukan pengaruh terhadap perilaku memilih, (3) sarana rekrutmen politik dan (4) sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan.  Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa partai memiliki peran dan fungsi penting dalam masyarakat. Peran dan fungsi ini yang seharusnya dapat diartikulasikan oleh partai dalam bentuk-bentuk yang memperlihatkan keberpihakannya kepada masyarakat, seperti pengawasan terhadap kebijakan pemerintah, memberikan sosialisasi dan bantuan kepada masyarakat dan sebagainya.

Peran tersebut semakin dimungkinkan berjalan maksimal, mengacu pada hasil riset Lembaga Penelitain Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) di Mei 2021 lalu, masyarakat Indonesia masih peduli dengan isu-isu politik di tengah pandemi.  Bahwa dalam data tersebut, setidaknya kinerja partai politik mendapatkan perhatian di masyarakat sebanyak 53,3 persen dengan persepsi kurang memuaskan. Hal ini yang seharusnya bisa dijawab oleh partai politik.

Kualitas Partai Jadi Penentu 2024

Partai Politik, sebagaimana didefenisikan oleh Friedrich (dalam  Budiarjo, 2009) bahwa partai sebagai sekelompok manusia yang teroganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pemimpin partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materiil. Untuk mencapai hal tersebut, banyak cara bisa dilakukan, terutama pada masa pandemi kali ini. Meyakini bahwa partai dipilih oleh masyarakat bukan hanya karena citranya tetapi juga pada kerja-kerja mereka hari ini.

Partai yang terlibat dalam korupsi dana bansos secara langsung atau tidak langsung akan menghambat perjalanan mereka ke kursi yang lebih banyak di parlemen. Hal tidak bisa dilepaskan dari jejak digital yang akan diyakini akan ‘dimainkan’ jelang pemilihan. Sementara partai yang memposisikan diri di tengah masyarakat, akan mendapat keuntungan pada 2024. Survei dari LP3ES mengatakan bahwa publik semakin rasional dalam melihat politisi yang merakyat, seperti memperjuangkan hak rakyat di parlemen, melakukan dialog dan berkumpul dengan masyarakat di daerah pemilihan (dapil) mereka.

Partai dalam hal ini, bukan hanya mampu memberikan kebutuhan di masyarakat, seperti bantuan kesehatan, bantuan pangan dan bantuan sehari-hari lainnya, partai juga tidak hanya memberikan sosialisasi sebagaimana yang telah dilakukan sebagian besar partai baik di laman resmi maupun di masyarakat. Tetapi, juga diharap mampu untuk melakukan pengawasan dan evaluasi seluruh kebijakan pemerintah yang selama ini telah diterapkan. Partai berani bersuara ketika kebijakan salah sasaran atau tidak diimplementasikan secara baik oleh pemegang kuasa.

Hal itu, bukan berarti tidak bersatu dalam menanggulangi bencana Covid-19 ini, tetapi justru menjadi masukan yang baik agar pemerintah tidak “keluar jalur”. Peran ini yang belum masif terlihat dari partai politik hari ini. Alih-alih mengkritisi, partai justru sudah berbicara mengenai sosok yang akan didukung pada Pilkada maupun Pemilu 2024.

Pun begitu dengan nama – nama calon pemimpin untuk bertarung di Pemilu 2024 yang sudah mulai mencuat ke permukaan. Tiga survei terkahir dari SMRC, IPRC dan Parameter Politik Indonesia (PPI), memperlihatkan nama Prabowo Subianto di posisi tertinggi yang disusul oleh Ganjar Pranowo, Anies Baswedan dan beberapa tokoh lain. Tokoh – tokoh tersebut tidak lain adalah pejabat negeri, maupun ketua umum dari partai politik.

Sehingga, mereka tidak memiliki alasan tidak mampu turun di masyarakat. Nama – nama yang ada, mempunyai kapasitas untuk mengerahkan sumber daya mereka guna membantu meringankan beban dari masyarakat terdampak.

Belajar dari India

Sepertinya India adalah negara yang paling tepat saat ini untuk dijadikan pelajaran bagi pemangku kekuasaan dan partai di Indonesia. Naiknya angka Covid-19 dan temuan varian Delta yang berasal dari India, seharusnya dapat diantisipasi oleh pemerintah Indonesia usai mendapat kabar tersebut.

Hal tersebut justru kontradiktif dengan kebijakan pemerintah untuk memasukan warga negara India yang difasilitasi dan kebijakan mudik yang tidak berjalan baik. Tentu kejadian – kejadian itu merupakan konsekuensi logis meningkatnya angka kasus baru terus terjadi setiap harinya.

Satu hal lagi yang bisa dijadikan pelajaran bagi partai politik di Indonesia. Angka keterpilihan partai pemerintah yang merosot akibat buruknya penanganan pandemi di India. Partai Bharatiya Janata (BJP) sebagai partai pengusung Perdana Menteri Narendra Modi pada 2019 lalu, kini mengalami kekalahan pada sebagian wilayah kunci di India. Berdasar berita yang diunggah oleh Associated Press BJP dilaporkan kalah pada pemilu negara bagian belum lama ini, seperti di wilayah West Bengal, Tamil, Nadu, dan Kerala.

Hal ini yang kemudian membuat partai oposisi pemerintah India terus mendesak dan menuntut pemerintahan Modi untuk segera menyelesaikan pandemi di India.

Jika angka kasus Covid 19 di Indonesia terus meningkat seperti halnya yang terjadi di India, bukankah keruntuhan partai penguasa karena anggapan tidak bisa menyelesaikan masalah pandemi juga bisa terjadi? Oleh karenanya, ketimbang harus mempersoalkan tentang koalisi, partai bisa lebih fokus mengurus pandemi. (**)

Oleh : Amriyono Prakoso
Mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments