KARAWANG | ONEDIGINEWS.COM | Perawat (mantri) hanya boleh melakukan praktek keperawatan jika mempunyai Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan, Surat Tanda Registrasi (STR) yang masih berlaku, rekomendasi dari organisasi profesi Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan bukti kepemilikan atau perjanjian sewa tempat praktik. Praktik mandiri perawat (mantri) harus berada di bawah tanggung jawab seorang dokter dan mantri tidak boleh mendiagnosis penyakit dan meresepkan obat.
Namun ironisnya, diketahui, seorang perawat (mantri) inisial (J), seorang mantri yang berasal dari Desa Mulyajaya, Kecamatan Kutawaluya justru diduga melakukan praktek pelayanan kesehatan masyarakat tanpa mengantongi perijinan.
Sebagai bentuk upaya mengkonfirmasi lebih lanjut terkait informasi tersebut, awak media pun kembali menemui Kepala Puskesmas Kutawaluya, dr. Hariri dan melakukan konfirmasi kepada sejumlah pihak terkait.
Kepala Puskesmas (Kapus) Kutawaluya, dr. Hasan Hariri, pada Selasa (17/6/2025) dikantornya memberikan klarifikasi terkait pemberitaan seorang perawat (mantri) berinisial J yang disebut-sebut memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada warga tanpa mengantongi ijin praktek.
Informasi ini mencuat setelah awak media menemui seorang warga bernama Eni warga Dusun Cibanteng yang kakinya terkena paku lalu berobat ke Mantri J. Dan diinformasikan tak kantongi ijin meski kerap menjalankan praktek pelayanan kesehatan dan pengobatan kepada masyarakat.
Dikatakan dr. Hariri, secara administrasi dan legalitas, Mantri J telah memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) namun terdaftar di wilayah Bekasi.
“Pak Jajang memang memiliki STR dan SIPP, dan saya sudah melihat langsung dokumennya. Namun lokasi SIPP-nya berada di Bekasi, sesuai dengan tempat kerjanya,” jelas dr. Hariri
Menurut dr. Hasan, peristiwa ini bermula dari permintaan pertolongan warga terhadap Jajang untuk melakukan tindakan keperawatan ringan, yakni membersihkan luka. Tindakan tersebut dilakukan secara insidental karena kedekatan sosial dan lokasi kejadian berada di kampung tempat tinggal keluarganya.
Ia menambahkan bahwa pihaknya akan melakukan pembinaan kepada Jajang.
“Sudah saya jadwalkan pembinaan hari Kamis nanti. Saya juga diarahkan oleh dinas untuk melakukan langkah ini,” kata dr. Hariri.
Selain kasus ini, ia juga mengakui bahwa praktik serupa kerap ditemukan di wilayah Kutawaluya. Beberapa perawat atau mantri di desa memberikan layanan kesehatan tanpa kejelasan izin praktik. Dan hal tersebut menurutnya terjadi karena masih lemahnya pengawasan dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Karawang.
“Makanya minggu depan saya akan panggil para mantri desa untuk didata dan dibina. Kami akan jelaskan tentang regulasi, khususnya Permenkes No. 26 Tahun 2019 terkait praktik keperawatan. Intinya, siapa pun yang memberikan pelayanan kesehatan harus punya STR dan SIPP yang sesuai lokasi,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa perawat hanya boleh melakukan tindakan keperawatan, bukan pengobatan atau pemberian resep yang menjadi wewenang dokter. Namun jika dalam lingkup fasilitas resmi seperti Puskesmas, perawat bisa memberikan obat dengan pelimpahan wewenang dari dokter.
“Tadi juga ada dari dinas kesehatan minta didampingi ke rmh mantri jajang. Dan saya sudah dampingi,” pungkasnya.
Reporter : Nina Melani Paradewi