spot_img
26.7 C
Jakarta
Selasa, Agustus 26, 2025

Kisruh Soal Limbah Minyak di Karawang, Gary Gagarin : Ini Sanksi Bagi Perusahaan yang Belum Miliki Izin Pengelolaan Limbah B3

Karawang, Onediginews.com – Dugaan atas pencemaran lingkungan terkait adanya penyimpanan limbah minyak di gudang salah satu perusahaan di karawang PT Tenang Jaya Sejahtera yang berimbas ke lingkungan PT Adyawinsa (ADW) kembali mendapat perhatian dari praktisi hukum.

Seperti yang disampaikan Muhammad Gary Gagarin SH.,MH., kepada Onediginews.com, Jumat (26/3/2021).

Ia mengatakan terkait adanya dugaan tidak ditemukannya izin penyimpanan limbah di PT Tenang Jaya. Namun yang ada izin ruko dan gudang. Bagi dia tentu saja itu sudah suatu pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dimana di dalam undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sudah jelas di sana ada ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh penanggung jawab usaha atau pemilik usaha, termasuk pengurusan Izin lingkungan.

“Apalagi terkait dengan yang namanya limbah-limbah ini Kan perlu dikelola secara baik agar tidak merugikan dari masyarakat lalu Bagaimana jika tidak ada izin yang diperoleh, tentu ini ada sanksi administratif dan sanksi pidana,” terangnya.

Menurut dia sanksi administratif ada yang berupa teguran, paksaan pemerintah, penghentian kegiatan usaha sementara dan sampai pencabutan izin kegiatan usaha. Pemerintah punya hak untuk melakukan atau memberikan sanksi administratif.

“Sanksi administratif Bisa dilihat mulai dari pasal 76 UUPLH,” terangnya.

Baca Juga  MJ Meradang, Tak Mau Disebut Tebar Opini Liar, Kuasa Hukum Ungkap Soal Bukti-bukti

Dia menjelaskan bahwa salah satu sanksi administratif yang dapat digunakan oleh pemerintah adalah paksaan pemerintah. ini sanksinya berupa penghentian sementara kegiatan produksi pemindahan sarana produksi, penutupan saluran pembuangan air, pembongkaran penyitaan terhadap barang yang berpotensi menimbulkan pelanggaran penghentian sementara seluruh kegiatan dan tindakan tersebut bertujuan untuk menghentikan pelanggaran.

“Pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran, Jadi tidak perlu teguran kalau misalkan pertama ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup. Kedua dampak yang lebih besar dan lebih luas Jika tidak segera dihentikan pencemaran dan atau kerusakannya. Tiga kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran dan atau kerusakannya,” jelasnya.

Bagi dia, itu adalah sanksi administratif, kemudian ada juga hak dan kewajiban dari masyarakat. Termasuk masyarakat juga punya hak untuk memberikan informasi dan laporan kepada pemerintah terkait dengan adanya dugaan kerusakan lingkungan yang terjadi itu juga dijamin oleh undang-undang lingkungan.

Kemudian, ada ketentuan mengenai penyidikan dan pembuktian itu diatur di dalam undang-undang ini. Selanjutnya ketentuan pidana dalam UUPLH itu diatur mulai dr pasal 97 yang menyatakan bahwa tindak pidana dalam undang-undang ini merupakan kejahatan.

Baca Juga  Dinilai Bangun Opini Liar, Miftahul Jannah Terancam di Laporkan Balik, Etika Pengacara Jadi Sorotan

“Nah jadi ketentuan pidana secara konkrit di sini nanti bisa dilihat dari pasal 98 sampai dengan pasal 120 itu mengatur mengenai ketentuan pidana,” ungkapnya.

Jadi kata dia yang dapat dikenakan pidana ini bukan hanya orang perorang tetapi juga badan hukumnya itu juga bisa dikenakan pidana.

“itu dikenal di dalam konsep Hukum Lingkungan, jadi tidak hanya orang perorangan tapi badan usaha atau badan hukum juga dapat dikenakan sanksi pidana. Untuk kasus ini nanti bisa dilihat juga ada sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada atau diterapkan dalam kasus ini,” terangnya.

Tak hanya itu, dalam hukum pidana itu ada asas namanya ultimum remedium yg artinya penerapan hukum pidana menjadi upaya terakhir dalam penanganan suatu perkara.

Kemudian terkait dengan Kenapa banyak ditemukan perusahaan yang belum mengurus izin dan kemudian ketika sudah menjadi sorotan baru melakukan proses perizinan.

Bagi dia hal tersebut merupakan keteledor dari pemerintah daerah terkait dengan pengawasan. Terkait dengan pengawasan ini adalah sebetulnya ada kelalaian dari pemerintah daerah yang tidak tegas dalam melakukan pengawasan dalam tugas-tugasnya.

“Kewibawaan dari pemerintah itu bisa dilihat dari hal-hal seperti ini, pemerintahnya tidak tegas ya sampai kapanpun juga kan selalu seperti ini dan tidak akan berubah. Artinya pemerintah harus melaksanakan tugas-tugasnya termasuk pengawasan terhadap perusahaan yang tidak memiliki izin khususnya di bidang lingkungan di dalam undang-undang No 32 tahun 2009 ditegaskan tugas dan kewenangan Pemerintah Daerah itu apa saja. Dan kalau itu tidak dipahami dan tidak diimplementasikan ya jangan berharap kita akan menjadi daerah yang taat hukum aturan yang ada di peraturan perundang-undangan. Undang-undang Peraturan Daerah, Peraturan Bupati sebagus apapun itu tapi kalau implementasinya tidak bagus ya kan percuma, artinya disini ketegasan dari pemerintah sangat diharapkan,” jelasnya.

Baca Juga  MJ Meradang, Tak Mau Disebut Tebar Opini Liar, Kuasa Hukum Ungkap Soal Bukti-bukti

Saat ditanya pasal pidana yang mana yang cocok diterapkan untuk kasus tersebut adalah bisa merujuk kepada pasal 102 undang-undang lingkungan hidup diatur undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 yang menyatakan setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat 4 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit saat pemilihan dan paling banyak 3 miliar rupiah.

“Jadi artinya apabila memang terbukti tidak memiliki izin pengelolaan limbah B3 itu berarti bisa masuk kategori tersebut,” pungkasnya. (red)

BERITA LAINNYA

NASIONAL

PERISTIWA

- Advertisement -spot_img

TRENDING NEWS

HUKUM & KRIMINAL

POLITIK

BERITA POPULER

HUKUM & KRIMINAL

DAERAH

error: Content is protected !!