KARAWANG | ONEDIGINEWS.COM | Kebijakan Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Kemenakertrans) Republik Indonesia dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 menuai kritik dari banyak pihak.
Pasalnya, publik menilai Permenaker tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) ini sangat merugikan kaum buruh. Karena dalam Permenaker tersebut mengatur bahwa JHT hanya bisa dicairkan saat usia pekerja mencapai 56 tahun.
Ketua Fraksi Partai Gerindra pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Karawang, Endang Sodikin pun turut angkat bicara.
Ia berharap Menteri Ketenagakerjaan ( Menaker) Ida Fauziyah agar segera mencabut aturan tersebut.
Sebab, menurut Endang , dana JHT merupakan uang pekerja yang menjadi harapan utama bagi para pekerja buruh maupun perkantoran apalagi dimasa pandemi seperti sekarang ini. Dimana ketika mereka sudah tidak bekerja lagi atau terkena dampak pengurangan Karyawan, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK ), uang tersebut tentu bisa dimanfaatkan sebagai modal, dalam membuka dunia usaha baru.
“Saya sampaikan, agar Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 ini dicabut ini tuntutan para buruh kami di daerah. Tunjangan JHT yang telah dikumpulkan BPJS, menjadi harapan utama bagi para pekerja, baik buruh pabrik ataupun perkantoran ataupun sejenisnya Apalagi dimasa pandemi seperti ini JHT adalah solusi ,” tegasnya.
Endang menambahkan, selama masa pandemi dua tahun ini banyak orang telah di PHK di Propinsi Jawa Barat termasuk di Kabupaten Karawang ini. Orang-orang yang terkena PHK ini otomatis akan sulit mencari pekerjaan kembali, lantaran adanya angkatan kerja baru Fresh Graduated.
Karenanya, kegunaan dana JHT menjadi tumpuan para korban PHK untuk menggunanakan uang tersebut, sebagai modal dalam membuka dunia usaha kecil seperti UMKM atapun sejenisnya.
“Pada Saat pandemi dua tahun ini, aktivitas dan produktivitas pabrik maupun perkantoran berkurang Tentu ini menyebabkan pendapatan perusahaan menurun. Maka PHK menjadi pilihan dan alternatif para pengusaha. Begitu seseorang tidak bekerja di perusahaan atau di pabrik, dia akan sulit mencari pekerjaan kembali, karena sudah ada angkatan kerja baru yang lebih di prioritaskan usia 18 -22 tahun yang di prioritaskan,” papar Endang.
“Maka dana JHT menjadi penting bagi mereka untuk dicairkan dan digunakan sebagai bekal hidup dan mencari kesempatan kerja baru di perusahan lainnya. Jadi jelas, kebijakan dari Permenaker ini tidak sejalan dengan semangat pemulihan ekonomi nasional di masa pandemi,” imbuhnya lagi.
Menurut Endang Sodikin, pemerintah mestinya mengeluarkan kebijakan bagi para korban PHK di masa pandemi ini. Seperti pelatihan keterampilan berusaha, workshop interpreuner bagi mereka yang berminat menjajaki dunia UMKM. Kebijakan pencairan dana JHT sebesar 30 persen dari peserta BPJS yang sudah menggunakannya selama 10 tahun bukan solusi tepat.
“Dana JHT merupakan kesempatan dan modal bagi korban PHK yang sudah tidak memiliki pendapatan tetap. Harusnya pemerintah justru memberikan keterampilan baru dan semangat baru dari penggunaan modal JHT itu. Mestinya orang-orang yang terkena PHK menjadi fokus pemerintah untuk dibina menciptakan ekonomi kreatif untuk dapat diberdayakan, sehingga menjadi energi baru bagi pertumbuhan kegiatan perekonomian kita,” pungkasnya.(Nina)