Wednesday, August 6, 2025
HomeBeritaJMM Soroti Ketimpangan Implementasi PAPS di Karawang : Sekolah Swasta Dirugikan Siswa...

JMM Soroti Ketimpangan Implementasi PAPS di Karawang : Sekolah Swasta Dirugikan Siswa Miskin Terpinggirkan Jarak Terabaikan

KARAWANG | ONEDIGINEWS.COM |Banyak pihak menyoroti program Penanggulangan Anak Putus Sekolah (PAPS) karena dinilai telah merugikan sekolah swasta. Pasalnya, Program ini mengharuskan sekolah negeri menerima hingga 50 siswa per rombongan belajar (rombel).

Sorotan juga muncul karena dalam pelaksanaannya, disinyalir masih ada sekolah yang tidak memprioritaskan siswa dari keluarga miskin atau anak-anak yang terancam putus sekolah, tetapi justru diduga telah menerima siswa titipan dari keluarga mampu dan mengabaikan kriteria jarak rumah ke sekolah .

Sebagaimana yang disampaikan Ketua Jaringan Masyarakat Madani (JMM), Didi Suheri SE.,M.Si.

Dosen Universitas Satyagama Jakarta yang juga pemerhati kebijakan sosial dan pemerintahan ini menyoroti ketidaksesuaian antara kebijakan Gubernur Propinsi Jawa Barat Dedi Mulyadi di atas kertas dengan realisasi di lapangan.

“Kami menilai ada ketidaktepatan sasaran dalam pelaksanaan jalur PAPS dibeberapa sekolah. Sehingga memunculkan dugaan bahwa jalur PAPS digunakan untuk menampung pendaftar Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) yang tidak lolos jalur afirmasi, bukan untuk siswa yang benar-benar rawan putus sekolah ,” kata Didi, Rabu (6/8/2025).

Menurut pengamatannya, masih ada sekolah yang diainyalir mengundang siswa yang tidak lolos pada tahap pertama jalur domisili untuk diterima dengan alasan pemenuhan kuota, meskipun siswa tersebut diketahui tidak termasuk dalam kategori yang diakomodasi oleh PAPS .

Program ini seharusnya diutamakan untuk siswa dari keluarga miskin atau yang terancam putus sekolah. Namun, banyak laporan menunjukkan sekolah lebih memilih siswa dari keluarga mampu, bahkan yang tempat tinggalnya jauh jaraknya.

“Jika Ini benar, Hal ini menyebabkan munculnya dugaan kecurangan dan nepotisme dalam penerimaan siswa tersebut. Ketiadaan mekanisme pengawasan yang efektif memperparah masalah ini,” tandas Didi.

Siswa dari keluarga miskin dan yang terancam putus sekolah justru terpinggirkan, sementara siswa dari keluarga mampu lebih diprioritaskan.

Lebih lanjut Didi mengatakan, Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan tujuan awal merusak reputasi program PAPS dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat.

” implementasi yang tidak tepat dapat mengakibatkan kebijakan ini tidak mencapai tujuannya. Karena menerima siswa yang tidak memenuhi kriteria PAPS, dapat mencederai semangat program tersebut,”ungkapnya.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments