Friday, August 1, 2025
HomeBeritaMenilik Potensi Pajak Kos - Kosan Di Kabupaten Karawang

Menilik Potensi Pajak Kos – Kosan Di Kabupaten Karawang

KARAWANG – Penerimaan pajak dari usaha kos-kosan di Kabupaten Karawang hingga kini belum sama sekali tersentuh.

Padahal, jika digarap lebih serius dan digali lebih dalam, ada banyak sekali usaha kos-kosan yang tersebar di seluruh Kabupaten Karawang. Terutama diwilayah – wilayah dekat dengan Kawasan Industri maupun zona.

Seperti Kecamatan Telukjambe Barat, Telukjambe Timur, Karawang Barat, Karawang Timur, Klari, Ciampel, Cikampek, Kota Baru dan beberapa wilayah lainnya.

Banyaknya karyawan yang bekerja di perusahaan – perusahaan tersebut hampir 60 persennya adalah berasal dari luar kota Karawang. Yang hampir sebagian besar tinggal di kos-kosan atau rumah – rumah kontrakan berbentuk petak. Dan ini adalah pasar yang besar bagi para pengusaha tersebut (Kos-kosan dan rumah kontrakan).

Untuk diketahui ada beberapa jenis rumah sewa di Kabupaten Karawang, ada Kos- kosan berupa kamar – kamar baik sudah dengan fasilitas didalamnya atau pun hanya kamar kosong, rumah – rumah petak dengan tiga ruangan, ataupun rumah – rumah kontrakan di perumahan – perumahan dekat dengan kawasan – kawasan pabrik.

Di lingkungan Bubulak Sayunan , Tanjungpura Karawang Barat, misalnya, Banyak usaha kos-kosan di lingkungan tersebut karena lokasinya yang hanya beberapa ratus meter saja dari Kawasan International Industrial City (KIIC) yakni kawasan industri terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara, yang ternyata belum sama sekali dilirik pemerintah untuk ditarik kewajiban perpajakannya. Padahal, di lingkungan tersebut jumlah kos- kosan sangat menjamur baik satu lantai bahkan ada yang hingga tiga lantai dengan puluhan kamar. Belum lagi diwilayah lainnya.

Sebagian pengusaha kos-kosan yang ditemui, mengaku tidak membayar pajak karena tidak ada aturan dari pemerintah daerah kabupaten Karawang. Dan berpikir bahwa kewajiban pembayaran pajak hanya ditujukan untuk mereka yang bekerja di kantor, pegawai negeri atau pengusaha yang memiliki perusahaan besar. Usaha kos-kosan tidak termasuk dalam kategori ini.

“Selama ini tidak ada kewajiban penarikan pajak dari Pemkab Karawang, dan jika pun ada bagaimana perhitungannya karena tidak semua kamar – kamar kos ini terisi. Selalu ada saja karyawan yang keluar masuk pindah. Jarang mereka menetap lama,” kata Geri Samrodi (35 tahun) pengusaha kos – kosan dilingkungan tersebut.

Geri yang memiliki puluhan kamar kos dan petakan ini juga menanyakan feed back apa yang akan didapat pihaknya jika memang kemudian pemkab mewajibkan pemilik membayar pajak.

“Kami sih ikuti saja aturan kalau memang pemerintah mau memberlakukan pajak, tapi bagaimana feedback nya untuk kami, apa keuntungan yang diberikan jika kami mengeluarkan pajak, apakah dana bagi hasil atau seperti apa ?,” Tanyanya lagi.

Pemahaman seperti ini tentu ada benarnya, karena jika dilihat dari sudut pandang regulasi, aturan seperti apa yang akan ditetapkan Pemerintah Daerah ( Pemda) Kabupaten Karawang dalam melakukan penarikan pajak rumah kos- kosan ini. Apakah dilihat dari bangunannya ? Banyaknya kamar atau petak yang dimiliki ? Atau seperti apa ?. Karena jika dilihat dari sudut pandang bangunan yang pasti ini sudah masuk ke dalam wajib pajak bumi dan bangunan (PBB).

Didasari jumlah penghuninya pun tentu itu bukan hal yang mudah, karena bisa dipastikan penghuni kamar kos atau petak ini bersifat nomaden atau berpindah – pindah, bergantung bagaimana ia nyaman tinggal di tempat tersebut.

Meski ada beberapa jenis pajak yang tidak memandang subjek pajak, semisal pajak pertambahan nilai (PPN). Tak peduli kaya atau miskin jika membeli barang kena pajak tentunya konsumen secara tidak langsung menanggung beban pajak.

Begitu pula untuk pajak penghasilan (PPh). Ada beberapa kategori penghasilan yang tidak melihat subjek pajaknya, atau sering disebut dengan pajak final. Ketika subjek pajak mendapat penghasilan yang masuk kategori pajak final, maka ia harus membayar pajak sesuai tarif yang ditentukan.

Pajak final ini bisa saja diberlakukan juga untuk usaha kos-kosan, yang masuk dalam kategori penghasilan atas sewa tanah dan/atau bangunan berupa penghasilan dari persewaan rumah kos dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) atau disebut PPh final, yaitu pajak yang dikenakan kepada wajib pajak badan maupun wajib pajak pribadi atas beberapa jenis penghasilan yang mereka dapatkan dan pemotongan pajaknya bersifat final.

Misalnya, Harga sewa setiap kamar kos di Karawang rata – rata adalah Rp. 800 ribu. Jika pengusaha memiliki 20 kamar saja maka dalam setahun penghasilan pemilik kos bisa mencapai Rp. 192 juta. Penghasilan itu seharusnya dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa tanah dan/atau bangunan dengan tarif final.

Hal ini tentunya merupakan potensi pendapatan daerah yang sangat seksi untuk digali, karena usaha ini begitu menjamur disetiap pelosok wilayah di Kabupaten Karawang yang dikenal sebagai kota Industri ini. Dengan rata – rata seorang pengusaha kos – kosan atau petak memiliki 10 pintu. Belum lagi pengusaha besar yang memiliki hingga puluhan bahkan ratusan pintu.

Sayangnya, DPRD Kabupaten Karawang, sampai hari ini belum berencana bakal mengajukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) inisiatif tentang pengaturan rumah kos.

Ketika dikonfirmasi , Sekretaris Komisi II DPRD Kabupaten Karawang dari Fraksi Partai Perjuangan (FPP) hanya mengatakan akan segera mewacanakan.

“Kita lihat, kita akan wacanakan,” ucapnya.

Padahal, Apabila potensi tersebut digali secara optimal, tentu pendapatan negara dari pajak final atas sewa tanah dan/atau bangunan akan bertambah. Sekalipun pajak bersifat memaksa, tetapi tujuan dipungutnya pajak adalah demi kemakmuran rakyat Indonesia. Tujuan itu ditunjukkan dengan adanya bantuan pendidikan, pelayanan kesehatan, subsidi, pembangunan infrastruktur dan sebagainya. Hal ini seperti yang ditegaskan Pasal 1 angka 1 UU KUP:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Karawang, Acep Jamhuri , beberapa waktu lalu sempat menyoroti kinerja Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) untuk bisa lebih kreatif dan inovatif dalam menggali potensi pajak daerah.

Hal tersebut dikarenakan Karawang yang dikenal sebagai kota industri dan lumbung padi nasional ini setiap tahunnya selalu stagnan atau tidak ada peningkatan dalam pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Jadi minimal ada peningktan yang signifikanlah,” kata Sekda Acep.

” Oleh karena itu Bapenda ini harus lebih kreatif dan inovatif dalam menggali potensi pajak di daerah. Menggali potensi yang belum tergali,” tandasnya.

Diungkapkan Sekda Acep, selama ini Bapenda bekerja hanya fokus kepada upah pungut, dimana pencapaian kinerja yang dilakukan hanya fokus kepada capaian target dan upah pungut saja.

Sementara disisi lain, banyak potensi Pajak daerah yang bisa meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang belum digali, diantaranya potensi wisata, PBB, rumah tingkat lebih dari satu lantai, bahkan sampai ke Rumah Kos – Kosan.

“Oleh karenanya kedepan, kita akan buat skenario lain dimana Bapenda akan mendapatkan Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) seperti biasa dan upah pungut akan diatur. Agar semua dapat berperan menggali PAD mendapatkan upah pungut bukan hanya Bapenda saja,” papar Sekda Acep menjelaskan.

” jadi ada indikasi kinerja hanya berdasarkan pencapaian target PAD saja, tidak berdasarkan data dan menggali potensi,” sesalnya.

Lebih lanjut Sekda Acep menandaskan, Carilah potensi pendapatan ini dari segala sektor yang belum tergali.

“Semua harus bergerak, baik itu dinas, camat , maupun kepala desa, semua bergerak, semua yang ada dalam sistem pemerintahan harus bergerak. Termasuk bagaimana meregulasi, bagian hukum, asisten daerah, semua harus bergerak,” tandasnya.

“Semua kerja mereka ini harus dihargai dengan upah pungut. Upah pungut ini harus bagi – bagi. Kalau sekarang semua oleh Bapenda, sekarang kan saya lihat ego, Bapenda menolak TPP dan memilih upah pungut,” ungkap Sekda Acep lebih lanjut.

Dikatakannya, harus ada perubahan. Dan sekarang, tambah Sekda Acep, wacana ini sedang dibahas dibagian organisasi, terkait pembagian upah pungut ini.

“Jika semua bekerja, semua dapat upah pungut mereka akan lebih semangat lagi menciptakan potensi – potensi PAD yang ada di Kabupaten Karawang ini,” Imbuhnya.

Sekda Acep menegaskan masalahnya, Bapenda bekerja kurang maksimal, dan tidak memiliki data yang akurat dan tidak valid. Ia menilai Bapeda hanya mengandalkan BPHTB saja yakni Pajak atas Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, karena melihat potensi Karawang yang menjadi bagian dari Program Strategis Nasional dimana Kereta Cepat, Bandara ataupun program lainnya akan dibangun diKarawang.

‘iya kalau jadi, kalau tertunda ,ya, habis kita, jika kita tidak berinovasi menggali potensi – potensi PAD yang ada ,” pungkasnya.

Terpisah, Bapenda Kabupaten Karawang ketika coba dikonfirmasi hal tersebut diatas mengatakan jika saat ini sedang Work From Home (WFH) dikarenakan ada beberapa pegawai yang terkena Covid-19.

“Sedang Work From Home, besok saja ya,” Kata Sahali, Kepala Bidang Pajak dan Lainnya. (NN/Onediginews)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments