Saturday, July 27, 2024
HomeSeni dan BudayaTradisi Papahare, Alas Daun Pisang Hingga 700 Meter

Tradisi Papahare, Alas Daun Pisang Hingga 700 Meter

Tradisi Papahare, Alas Daun Pisang Hingga 700 Meter

KARAWANG- Banyak cara dilakukan oleh masyarakat di berbagai daerah untuk menyambut momentun Tahun Baru Islam 1 Muharam. seperti halnya dilakukan masyarakat Bakan Cirug, Desa Kalijati , Kecamatan Jatisari, Karawang, yang memiliki tradisi bernama “Papahare”.

Warga sekitar membawa makanan masing-masing lalu makan bersama ditengah jalan dengan daun pisang sepanjang 700 meter lebih, seluruh masyarakat ikut serta makan mulai anak-anak ,remaja hingga orang dewasa .

“Tradisi papahare ini digelar setiap pergantian tahun baru Islam,” kata Tokoh pemuda ,Oo Suracman, Kamis (20/8)

Tradisi itu kemudian menjadi sebuah kegiatan rutin mengawali awal bulan tahun baru Islam dengan tujuan sebagai ucap syukur dan lebih mendekatkan diri dengan Sang Khaliq. Selain itu sebagai ungkapan rasa syukur.

“Dalam pelaksanaannya, tradisi Papahare  ini diantaranya melakukan makan bersama dengan keluarga, kerabat dan tetangga dan lebih luasnya dengan seluruh warga desa .Tujuannya untuk menyambung silaturahmi,” katanya.

Dalam tradisi ini kata tokoh pemuda  Desa Kalijati menerangkan tradisi Papahare selain mengadakan makan dan doa bersama, tradisi ini juga merupakan sebuah sarana dalam mempertahankan nilai toleransi, tenggang rasa, saling menghormati dan menjaga keharmonisan antar sesama.

Lebih lanjut, Oo Nurohman mengatakan adat istiadat sunda yang punah ditengah kemajuan zaman , namun tetap akan  dilestarikan secara turun temurun dalam masyarakat Sunda dan akan terus digalakan setaip pergantian generasi.  Lantaran tradisi ini merupakan bentuk rasa syukur masyarakat Sunda atas hasil panen yang berlimpah disambung dengan perayaan 1 Muharam 1442 Hujriah sebagai Tahun Baru Islam.

Secara umum tradisi ini memang dilakoni oleh Masyarakat Sunda, Jawa Barat. Khususnya masyarakat Kalijati , Kecamatan Jatisari, Karawang. Namun sebagai informasi, tradisi ini memiliki bentuk pelaksanaan yang berbeda-beda dari kota yang satu dengan kota lainnyta  di Jawa Barat. Perbedaan yang ada semasa sekali tidak mengurangi makna dan tujuan dari tadisi ini. Sebab pada prinsipnya, tradisi ini tetap memiliki kesamaan yakni berkumpulnya anggota keluarga untuk bersilaturahmi, mensyukuri hasil panen yang berlimpah dan makan bersama .

Tokoh muda Desa Kalijati ini mengatakan tradisi ini merupakan sebuah sarana dalam menjaga keharmonisan dan kedekatan yang ada di antara anggota keluarga. Ia juga menjelaskan tradisi yang hampir tidak pernah terlewatkan oleh masyarakat Jatisari sebetulnya sudah mulai dilupakan dibeberapa daerah di Karawang, namun sejak digalakkan kembali tradisi ini disambut masyarakat .

“Sambutan masyarakat terhadap tradisi ini, warga beramai-ramai membawa makanan dari rumah dan disajikan hingga sepanjang lima ratus meter menutup badan jalan,” pungkasnya. (nan/red)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments